PANCA TUGAS GEREJA: LITURGI

Pengertian Arti Etimologis dan Para Teolog

Secara etimologi kata 'liturgi' berasal dari bahasa Yunani leitourgia. Kata leitourgia terbentuk dari akar kata ergon, yang berarti 'karya', dan leitos, yang merupakan kata sifat untuk kata benda laos yang berarti bangsa. Secara harafiah, leitourgia berarti kerja atau pelayanan yang dibaktikan bagi kepentingan bangsa. Dalam masyarakat Yunani Kuno, kata leitourgia dimaksudkan untuk menunjuk Kerja bakti atau kerja pelayanan yang tidak dibayar, iuran atau sumbangan dari warga masyarakat yang kaya, dan pajak untuk masyarakat atau negara. Dengan begitu menurut asal-usulnya, istilah leitourgia memiliki arti profan-politis, dan bukan arti kultis sebagaimana biasa kita pahami sekarang ini. Sejak abad keempat sebelum  masehi, pemakaian kata leitourgia diperluas, yakni untuk menyebut  berbagai macam karya pelayanan.

Liturgi merupakan pengalaman keimanan dan sekaligus pengalaman estetis yang mengandung unsur ritual emotional dan memiliki tujuan kreatif yaitu pembentukan simbol dan isi yang disimbolkan tidak lain menuju ke arah realitas, yakni kehadiran Kristus yang menyelamatkan. Pengalaman religiusitas dalam upacara liturgi ekaristi tidak hanya sebagai pengalaman filosofis atau intelektual, tetapi juga melibatkan perasaan dan tindakan manusia. Sedangkan bangunan gereja Katolik sebagai rumah Tuhan merupakan bangunan sakral yang memuat pengalaman estetik, memuat tanda dan lambang alam surgawi yang mencerminkan misteri Allah dan sifat keagungan Tuhan. Ruang ibadah gereja menerapkan nilai-nilai simbolik yang sakral melalui penyediaan berbagai fasilitas ibadah, penggunaan tanda, dan perwujudan suasana ruang, baik pada zoning, dinding, lantai, plafon, jendela, perabot, dekorasi dan lain-lain. Yang mampu membawa umat pada pengalaman realitas yang dirayakan dalam liturgi.

1. Alexander Schmemann

Schmemann adalah seorang teolog Ortodoks yang terkenal dengan pandangannya tentang liturgi sebagai pusat dari kehidupan Kristen. Menurutnya, liturgi adalah "sakramen dari Kerajaan Allah," di mana Gereja mengalami persekutuan dengan Kristus dan dunia yang akan datang. Schmemann menekankan bahwa liturgi bukan sekadar ritual atau upacara, tetapi suatu realitas eskatologis yang memungkinkan umat untuk masuk ke dalam pengalaman Kerajaan Allah.

2. Jean Corbon

Jean Corbon, seorang teolog Katolik, memahami liturgi sebagai tindakan umat Allah yang menyatu dengan liturgi surgawi. Corbon menekankan liturgi sebagai persekutuan kasih yang dinamis antara Allah dan umat-Nya. Liturgi mencerminkan kehidupan ilahi yang berpusat pada persekutuan Trinitas dan mengarahkan Gereja untuk menjadi "tubuh Kristus" di dunia.

3. Joseph Ratzinger (Paus Benediktus XVI)

Ratzinger, sebagai seorang teolog liturgi dan kemudian menjadi Paus Benediktus XVI, menyatakan bahwa liturgi adalah bentuk ibadah yang didasarkan pada hubungan perjanjian antara Allah dan umat manusia. Ia melihat liturgi sebagai suatu bentuk komunikasi ilahi yang melampaui waktu dan ruang, di mana umat berpartisipasi dalam misteri penyelamatan. Liturgi harus memiliki keseimbangan antara tradisi dan partisipasi aktif umat.

 

B. Sumber Dasar Biblis dan Dokumen Konsili Vatikan II

Liturgi adalah inti dari kehidupan Gereja Katolik, di mana umat beriman berpartisipasi dalam misteri keselamatan yang dihadirkan melalui sakramen. Untuk memahami lebih dalam mengenai liturgi, dua sumber penting yang perlu diperhatikan adalah dasar biblis dan dokumen "Sacrosanctum Concilium," yang merupakan konstitusi mengenai liturgi hasil Konsili Vatikan II. Dasar biblis memberikan konteks teologis, sedangkan "Sacrosanctum Concilium" menjelaskan penerapan praktis liturgi dalam kehidupan Gereja.

Salah satu dasar biblis yang penting dalam memahami liturgi adalah Injil Matius 26:26-29, yang menggambarkan perjamuan terakhir. Dalam perjamuan ini, Yesus mengambil roti dan anggur, mengubahnya menjadi tubuh dan darah-Nya, serta memberikan perintah kepada para murid untuk mengulangi tindakan tersebut. Ini menjadi dasar perayaan Ekaristi dalam liturgi Katolik, yang menegaskan bahwa perayaan liturgis adalah cara untuk mengenang dan merayakan pengorbanan Kristus.

Injil Lukas 22:19-20 juga memberikan penekanan serupa, di mana Yesus menginstruksikan murid-murid-Nya untuk melakukan perbuatan ini sebagai peringatan akan diri-Nya. Selain itu, 1 Korintus 11:23-26 menekankan pentingnya mengenang kematian dan kebangkitan Kristus dalam perayaan Ekaristi. Dasar biblis ini menunjukkan bahwa liturgi bukan hanya sekadar ritual, tetapi merupakan bagian integral dari kehidupan iman Katolik yang mendalam dan transformatif.

Dokumen "Sacrosanctum Concilium" menekankan bahwa liturgi adalah tugas umat beriman. Ini menunjukkan bahwa partisipasi aktif umat dalam perayaan liturgis bukan hanya kewajiban, tetapi juga kesempatan untuk mengalami dan mendalami iman mereka. Umat diundang untuk berkontribusi secara aktif dalam setiap aspek liturgi, dari perayaan Ekaristi hingga sakramen lainnya, menciptakan pengalaman spiritual yang lebih mendalam.

Dokumen ini juga menegaskan hubungan erat antara liturgi dan kehidupan sehari-hari umat. Liturgi tidak seharusnya dipandang sebagai ritual terpisah dari realitas hidup, melainkan sebagai sumber inspirasi yang mendorong umat untuk menerapkan nilai-nilai iman dalam tindakan sehari-hari. Pengalaman liturgis dapat menjadi penggerak bagi umat untuk hidup sesuai ajaran Kristus di luar lingkungan gereja, memperkuat komitmen mereka terhadap iman.

Selanjutnya, "Sacrosanctum Concilium" menggarisbawahi pentingnya keindahan dalam liturgi. Liturgi harus disajikan dengan cara yang layak dan menarik, agar dapat menjangkau hati umat dan mendukung penghayatan iman yang lebih dalam. Hal ini mencakup penggunaan musik, seni, dan simbolisme yang memperkaya pengalaman spiritual selama perayaan liturgis. Dengan mengedepankan keindahan, liturgi menjadi momen yang lebih mengesankan dan transformatif bagi umat.

Akhirnya, dokumen ini menegaskan bahwa liturgi adalah manifestasi dari keseluruhan kehidupan Gereja. Liturgi tidak hanya berfungsi sebagai serangkaian ritual, tetapi juga sebagai ekspresi dari komunitas yang hidup dalam iman. Melalui liturgi, Gereja menyatakan identitasnya sebagai tubuh Kristus yang bersatu, di mana setiap anggota berkontribusi dalam perayaan iman dan pengalaman spiritual yang kaya. Dengan memahami dan menghayati liturgi, umat dapat menemukan kekuatan dan kedamaian dalam hidup beriman mereka.

Dengan demikian, baik dasar biblis maupun "Sacrosanctum Concilium" menjadi pedoman penting bagi umat Katolik dalam menjalani kehidupan liturgis. Melalui pemahaman yang mendalam tentang liturgi, diharapkan umat semakin aktif dan terlibat dalam pengalaman iman yang memperkaya spiritualitas mereka.

 

C. Bentuk Pelayanan Tugas Liturgi

Makna Pelayanan Liturgi dalam Gereja

Memulai Dokumen Gaudium et Spes, Konsili Vatikan II menyatakan “kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan orang-orang zaman sekarang, terutama kaum miskin dan siapa saja yang menderita, merupakan kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan para murid Kristus juga” (GS art. 1). Dalam hidup Sejarah Gereja kata pelayanan sebenarnya mencakup pengertian yang luas dan tidak boleh disempitkan hanya pada pelayanan hierarki atau pelayanan orang-orang tertahbis. Fungsi pelayanan itu terutama mencakup hal yang penggembalaan, pewartaan sabda, dan pelayanan doa/liturgi. Semua jabatan pelayanan jemaat harus selalu dilihat dalam hubungan nya dengan Yesus Kristus sebagai satu-satuNya gembala, nabi, dan imam perjanjian baru.

Dalam kaitannya dengan dengan tugas pelayanan, Gereja membedakan pelayanan dalam 3 kelompok, yakni:

1) Pelayanan mengajar (bidang iman)

2) Pelayanan pastoral (bidang hidup jemaat)

3) Pelayanan imami (bidang sakramem atau liturgi)

Pelayan liturgi dibedakan dalam 2 macam yaitu pelayan litrugi tertahbis dan pelayan litrugi tidak tertahbis. Pelayan liturgi tertahbis seperti uskup, imam, dan diakon. Sedangkan pelayan liturgi tidak tertahbis seperti akolit, lector, solis, anggota Paduan suara dan petugas lainnya.

Pandangan Teologi Pelayanan Liturgi dalam Gereja Katolik

1) Yesus Kristus sebagai satu-satunya imam Agung perjanjian Baru

Kekhasan imamat Yesus Kristus ialah bahwa dalam diri Yesus Kristus yang mempersembahkan dan dipersembahkan adalah identic dan sama, yaitu diri Nya sebagai perantara dari suatu perjanjian yang baru.

2) Imamat umum/Imamat bersama

Imamat umum atau imamat bersama merupakan partisipasi gereja yaitu seluruh umat beriman, dalam imamat Yesus Kristus berdasarkan iman dan baptisan.

3) Imamat Jabatan

Imamat jabatan atau imamat khusus menunjuk jabatan gerejawi yang diperoleh atas dasar tahbisan, yaitu uskup, imam dan diakon sebagaistruktur hierarki. Dengan demikian, imamat jabatan tidak dipandang sebagai kedudukan yang lebih tinggi daripada imamat khusus.

Macam-macam Pelayan Liturgi

1) Pelayan Liturgi Tertahbis:Uskup, Imam dan Diakon

2) Pelayan Liturgi Tak Tertahbis: Kaum Awam


D. Tantangan Liturgi

1) Inkulturasi Liturgi

Inkulturasi merupakan upaya untuk menjadikan liturgi relevan dalam konteks budaya setempat tanpa mengorbankan makna esensialnya. Tantangan ini sering kali terjadi di negara-negara dengan beragam budaya lokal. Gereja Katolik dan Ortodoks, misalnya, seringkali mengalami perdebatan tentang bagaimana mempertahankan keaslian teologis liturgi sambil menyesuaikannya dengan budaya setempat.

2)  Partisipasi Aktif Umat

Setelah Konsili Vatikan II, Gereja Katolik menekankan pentingnya partisipasi aktif umat dalam liturgi. Namun, penerapannya tidak selalu mudah. Beberapa komunitas masih menghadapi kesulitan dalam melibatkan umat secara aktif dalam liturgi, baik karena keterbatasan pendidikan liturgis maupun karena adanya kesenjangan antara pemimpin liturgi dan umat.

3) Keseimbangan antara Tradisi dan Pembaruan

Salah satu tantangan terbesar dalam liturgi adalah menjaga keseimbangan antara mempertahankan tradisi kuno dan merespons kebutuhan umat modern. Beberapa pihak berargumen bahwa pembaruan liturgis dapat mengikis kekayaan tradisi liturgi, sementara yang lain menekankan bahwa liturgi harus berkembang agar relevan dengan zaman sekarang.

4) Kontekstualisasi Teologis

Tantangan lain yang muncul adalah bagaimana mengintegrasikan elemen-elemen teologis yang mendalam ke dalam bentuk liturgi yang dapat dipahami oleh umat. Liturgi yang terlalu simbolis atau teologis kadang sulit dipahami oleh umat yang tidak memiliki latar belakang teologi yang kuat. Oleh karena itu, ada kebutuhan untuk menjelaskan makna teologis dari simbol dan ritus liturgi kepada umat agar mereka dapat menghayati liturgi dengan lebih mendalam.

5) Liturgi dan Teknologi

Di era digital, tantangan baru muncul terkait penggunaan teknologi dalam liturgi. Pandemi COVID-19, misalnya, memaksa banyak Gereja untuk beradaptasi dengan liturgi virtual. Meskipun ini memberikan akses kepada lebih banyak umat, ada juga kekhawatiran tentang pengurangan pengalaman sakramental dan komunional yang biasanya terjadi dalam pertemuan fisik.






Eklesiologi 6

Komentar