PANCA TUGAS GEREJA: PERSEKUTUAN


Pengertian

Koinonia berasal dari kata “koine” yang memiliki makna mengambil bagian. Dalam pandangan biblika, koinonia sering diartikan juga sebagai persekutuan atau paguyuban (Kis. 2:41-42), sebuah persekutuan dalam melaksanakan perintah Tuhan. Dalam hal ini gereja sebagai tubuh Kristus memiliki tugas membangun, merawat dan mengasuh umat supaya memiliki dedikasi dan menjadi serupa dengan Kristus. Efesus 4:13 menegaskan bahwa gereja harus mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang anak Allah, kedewasaan penuh dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus. Koinonia atau “persekutuan” dipandang sebagai upaya gereja untuk membangun dan mendewasakan iman jemaat

Istilah Koinonia berasal dari bahasa Yunani “koinon” yaitu: koinonein artinya “bersekutu”, Koinonos artinya teman, sekutu, Koinonia artinya persekutuan. Istilah itu asal katanya dari kata sifat κοινος-koinos yang artinya “bersama.” Kata koinos adalah sesuatu yang sama dan menyatukan, artinya sejumlah orang berkumpul untuk mendapatkan manfaat bersama disatukan oleh suatu kepentingan bersama. Dari istilah koinos kemudian muncul istilah “koinonia.” Kata koinonia biasa dipakai dalam kemasyarakatan orang-orang Helenis yaitu tentang hal kebersamaan/kesamaan terhadap kesenangan mereka berkumpul di teater (Pollo, Ginting, Doo, Mauboy, & Djahi, 2022). Koinonia sebagai salah satu dari tri tugas gereja di dunia menyatakan keberadaan gereja selaku persekutuan orang-orang percaya yang diutus ke dalam dunia (Sarumaha, Handayani, Kondang, & Waruwu, 2021).

Jürgen Moltmann Dalam bukunya "The Church in the Power of the Spirit," Moltmann menjelaskan koinonia sebagai persekutuan yang dibentuk oleh Roh Kudus, di mana setiap anggota Gereja dipanggil untuk berkontribusi dalam kehidupan bersama. Ia menekankan bahwa koinonia bukan hanya sekadar hubungan sosial, tetapi juga hubungan spiritual yang mendalam yang mencerminkan kehadiran Tuhan di tengah-tengah umat-Nya. (Moltmann, Jürgen. The Church in the Power of the Spirit Harper & Row, 1977.)

Dietrich Bonhoeffer, Dalam karya terkenalnya "Life Together," Bonhoeffer menggambarkan koinonia sebagai persekutuan yang dibangun di atas kasih Kristus. Ia menegaskan bahwa koinonia tidak hanya tentang kebersamaan fisik, tetapi juga tentang berbagi iman, doa, dan pengakuan dosa. Bonhoeffer menekankan pentingnya kehadiran Kristus dalam persekutuan, yang menjadikan komunitas itu sakral. (Bonhoeffer, Dietrich. Life Together: The Classic Exploration of Christian Community, HarperOne, 2015.)

Scott Hahn, Dalam bukunya "The Lamb's Supper," Hahn mengaitkan koinonia dengan perayaan Ekaristi, yang merupakan puncak dari kehidupan komunitas Kristen. Ia menjelaskan bahwa dalam Ekaristi, umat beriman mengalami persekutuan yang mendalam dengan Kristus dan satu sama lain, yang menciptakan ikatan yang kuat di antara mereka. Koinonia, menurut Hahn, adalah ekspresi dari realitas spiritual yang terjadi dalam liturgi. (Hahn, Scott.The Lamb's Supper: The Mass as Heaven on Earth Doubleday, 1999.)

 

Sumber atau Dasar Biblis dan Dokumen Konsili Vatikan II

Dalam perspektif biblis, koinonia diartikan sebagai paguyuban atau persekutuan (Kis. 2: 41-42). Koinonia berarti sebuah paguyuban atau persekutuan dalam melaksanakan sabda Tuhan. Dalam terang sabda Tuhan inilah Gereja melaksanakan tugas koinonia untuk membangun relasi dengan orang lain sebagai persaudaraan yang berpusat pada Yesus Kristus (Fallo, 2014). Demikian kiranya, koinonia bisa diartikan sebagai paguyuban dalam melaksanakan sabda. Dengan kata lain, paguyuban sebagai suatu persaudaraan dalam Yesus Kristus yang mendengarkan sabda dan melaksanakan sabdaNya (Suwita, 2002: 3-4). Dengan demikian, Gereja merupakan suatu persekutuan orang-orang yang percaya kepada Kristus. Melalui persekutuan, Gereja membentuk dirinya jemaat Kristus yang anggota-anggotanya dibentuk menjadi satu tubuh Kristus (1 Kor 12: 13).

Menurut ajaran Konsili Vatikan II, persekutuan atau communio merupakan terjemahan Latin dari bahasa Yunani koinonia artinya "hubungan atau persekutuan (communio) dengan Allah melalui Yesus Kristus dalam sakramen-sakramen melalui pembaptisan (pintu masuk dan dasar) dan Ekaristi (sumber dan puncak seluruh hidup Kristiani)". Setiap anggota dari pesekutuan dikumpulkan atas nama Allah. Dengan demikian mereka bukan hanya dipandang sebagai suatu organisasi atau komunitas biasa, melainkan menjadi satu sebagai anggota Tubuh Kristus yang Yesus sebagai Kepalanya. Kesatuan dalam persekutuan ini mewujudkan Gereja yang kokoh dan kuat.


Bentuk Persekutuan

1. Persekutuan Kristiani

Koinonia melibatkan hubungan erat antara anggota gereja dalam komunitas Kristiani. Ini mencakup saling mendukung, berbagi kehidupan iman, dan menjalin hubungan yang sehat dan bermakna.

Dalam dokumen Lumen Gentium, menekankan bahwa misi gereja adalah untuk mengumumkan Kabar Baik atau Injil kepada seluruh dunia. Gereja dipanggil untuk menjadi saksi Kristus dan membawa keselamatan kepada semua orang. Dokumen ini menekankan pentingnya persekutuan dalam misi gereja. Seluruh umat beriman dipanggil untuk berpartisipasi aktif dalam misi gereja, dengan setiap orang memberikan kontribusi sesuai dengan karunia yang diberikan oleh Roh Kudus. Dokumen ini menekankan pentingnya gereja untuk terlibat dalam dialog dengan dunia dan budaya modern. Gereja diundang untuk mendengarkan dan memberikan tanggapan yang relevan terhadap isu-isu sosial, moral, dan spiritual yang dihadapi oleh umat manusia.

2. Persatuan Rohani

Koinonia menekankan persatuan dalam Roh Kudus, di mana setiap anggota gereja memiliki bagian dalam tubuh Kristus. Ini melibatkan kerjasama, saling melengkapi, dan berkontribusi dalam pelayanan gereja. Dalam konsep Gereja sebagai Tubuh Kristus, Gereja mengakui hubungan yang kuat antara dirinya dan Yesus Kristus, serta hubungan erat antara setiap anggota Gereja satu dengan yang lainnya (Priyanto & Utama, 2017). Paulus dalam suratnya kepada umat di Roma mengata "Demikian juga dalam Kristus kita semua, sekalipun banyak, adalah satu tubuh, tetapi masing-masing adalah anggota yang lain" (Roma 12:5), Konsep ini menekankan pentingnya kebersamaan, saling melengkapi, dan rasa tanggung jawab dalam komunitas Kristen. Pelayanan pastoral adalah tanggung jawab seorang gembala yang bertujuan untuk menyembuhkan dan memperhatikan jiwa umat, serta memberikan dukungan yang membawa kehidupan kepada mereka yang mengalami kesulitan (Apriano, 2018).

3. Komitmen terhadap Ajaran dan Pengajaran

Koinonia mencakup komitmen bersama untuk hidup sesuai dengan ajaran dan pengajaran Alkitab. Ini melibatkan studi Kitab Suci, pengajaran iman, dan mengamalkan nilai-nilai Kristen dalam kehidupan sehari-hari. Seperti yang dikatakan oleh Rasul Yakobus "Tetapi kamu harus. melaksanakan firman itu dan bukan saja mendengarkan, sehingga kamu menipu diri sendiri." (Yakobus 1:22). Dalam konteks ini Yakobus ingin mengingatkan umat Kristen bahwa mereka harus menjadi pelaku Firman Tuhan, bukan hanya pendengar yang pasif.

4. Perayaan dan Ibadah Bersama

Koinonia termasuk perayaan dan ibadah bersama sebagai suatu komunitas. Ini melibatkan. kehadiran secara aktif dalam ibadah gereja, doa bersama, penyembahan, dan merayakan sakramen. Dalam (Kisah para Rasul 2:42-47), dikatakan para murid hidup dalam persekutuan yang erat, saling mendukung dan berkomunikasi satu sama lain. Mereka juga bersekutu dalam memecahkan roti sebagai bagian dari perayaan Ekaristi atau Perjamuan Kudus, serta berdoa bersama-sama.

Dalam konteks gereja di dunia, koinonia penting untuk memperkuat kesatuan dan solidaritas antara anggota gereja. Melalui koinonia, gereja dapat menciptakan lingkungan yang mendukung, di mana orang-orang dapat tumbuh dalam iman, saling mendorong dalam pelayanan.

 

Tantangan dalam persekutuan

1. Individualisme : Fenomena individualisme semakin merajalela di masyarakat modern, mengakibatkan orang-orang lebih fokus pada urusan pribadi mereka dan mengabaikan nilai-nilai kebersamaan. Hal ini merupakan aspek persekutuan dalam kehidupan gereja, dimana kebersamaan seharusnya menjadi perekat antar anggota jemaat

2. Konflik Internal : Dalam komunitas gereja, seringkali muncul konflik dan konflik yang dapat memecah belah persekutuan. Perbedaan pendapat dan ketidakcocokan antar anggota dapat mengganggu kerjasama dan kesatuan yang diperlukan untuk menjalankan misi gereja

3. Kurangnya Kasih dan Perhatian : Adanya kecenderungan untuk kurang memperhatikan sesama di dalam gereja, yang dapat menyebabkan keterasingan di antara anggota. Hal ini berpotensi menghambat pengembangan hubungan yang sehat dan saling mendukung

4. Pembatasan Hukum dan Penganiayaan : Gereja juga melawan tantangan dari luar, seperti pembentukan hukum terhadap kegiatan keagamaan dan pemahaman terhadap umat Kristen. Hal ini dapat menghalangi upaya gereja untuk berfungsi sebagai komunitas yang bersatu

5. Modernisasi dan Teknologi : Perkembangan teknologi membawa dampak positif, tetapi juga menciptakan jarak sosial di antara individu. Masyarakat yang terhubung secara digital sering kali mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan tatap muka yang mendalam, yang esensial untuk koinonia









Eklesiologi 9

Komentar